Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 104919 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d827c306a42b72a • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 104921 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d827c3169860a55 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Teratai(Karya: Sanusi Pane) kepada Ki Hadjar Dewantara Dalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai Tersembunyi kembang indah permai Tidak terlihat orang yang lalu. Akarnya tumbuh di hati dunia, Daun berseri Laksmi mengarang; Biarpun ia diabaikan orang, Seroja kembang gemilang mulia. Teruslah, o, Teratai Bahagia Puisi Teratai Karya Sanusi Pane Teratai Kepada Ki Hadjar Dewantara Dalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai Tersembunyi kembang indah permai, Tidak terlihat orang yang lalu. Akarnya tumbuh di hati dunia, Daun berseri Laksmi mengarang Biarpun ia diabaikan orang, Seroja kembang gemilang mulia. Teruslah, o Teratai Bahagia, Berseri di kebun Indonesia, Biar sedikit penjaga taman. Biarpun engkau tidak dilihat Biarpun engkau tidak diminat, Engkau pun turut menjaga Zaman. Sumber Madah Kelana 1931Analisis PuisiPuisi "Teratai" adalah puisi yang mengungkapkan kekaguman penulis terhadap sosok Ki Hadjar Dewantara. Sanusi Pane menggambarkan betapa indahnya bunga teratai yang tumbuh di kebun di tanah air penulis. Dengan menggunakan bahasa yang lirik dan indah, puisi ini berhasil menyampaikan makna tentang betapa berharganya jasa pahlawan ini mengingatkan pembacanya tentang pentingnya menghargai jasa sosok-sosok yang telah berjuang demi kemajuan dan keberlangsungan hal menarik dalam puisi "Teratai" karya Sanusi Pane adalah sebagai berikutPuisi ini menggunakan teratai sebagai simbol keindahan dan keagungan yang tersembunyi. Teratai tumbuh dalam kebun di tanah air, namun tidak terlihat oleh orang yang lewat. Hal ini menciptakan gambaran tentang keindahan yang tersembunyi dan tidak disadari oleh banyak ini menggambarkan teratai sebagai simbol keteguhan dan kemuliaan. Meskipun teratai diabaikan oleh orang, ia tetap berseri dan gemilang seperti Laksmi, dewi keberuntungan dan kekayaan dalam mitologi Hindu. Hal ini menggambarkan kemampuan teratai untuk tetap menjaga keindahannya meskipun tidak mendapat perhatian yang ini menekankan pentingnya menjaga keindahan dan keberlanjutan kehidupan. Teratai Bahagia, yang merupakan personifikasi teratai, diharapkan terus berseri di kebun Indonesia meskipun hanya sedikit yang menjaga taman. Hal ini menyampaikan pesan bahwa meskipun terkadang keindahan dan kebaikan tidak disadari atau diabaikan, tetaplah menjaganya untuk melanjutkan ini memiliki irama yang harmonis dan mengalir dengan indah. Penggunaan kata-kata yang sederhana tetapi bermakna dalam menggambarkan keindahan dan keteguhan teratai menciptakan suasana yang tenang dan "Teratai" mengandung pesan tentang keindahan yang tersembunyi, keteguhan, dan pentingnya menjaga kebaikan dalam kehidupan. Dengan menggunakan simbol teratai dan irama yang indah, puisi ini mengajak pembaca untuk menghargai keindahan yang mungkin terlupakan atau diabaikan dalam kehidupan TerataiKarya Sanusi PaneBiodata Sanusi PaneSanusi Pane lahir pada tanggal 1 Agustus 1905 di Sungai Puar, Sumatra Barat, adalah seorang sastrawan, politisi, dan intelektual Indonesia yang dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam dunia sastra Indonesia pada pertengahan abad Pane meninggal dunia pada tanggal 2 April 1968 2 Januari 1968 pada usia 62 di Jakarta. dikagumi "Teratai" (karya Sanusi Pane), "Diponegoro" (karya Chairil Anwar), dan "Ode buat Proklamator" (karya Leon Agusta) merupakan contoh ode yang bagus. c. Puisi Deskriptif Dalam jenis puisi ini, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatiannya. Kumpulan Puisi Sanusi Pane - Sanusi Pane lahir pada tanggal 14 November 1905 di Muarasipongi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, meninggal dunia 2 Januari 1968 di Jakarta. Dia pernah bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka, tapi lebih banyak aktif dalam lapangan pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah kebangsaan. Dia pun banyak bergerak di lapangan jurnalistik. Dia memimpin majalah Timbul edisi bahasa Indonesia, 1932-1933. Sanusi pernah melawat ke India 1929-1930 dan menghasilkan sekumpulan puisi berjudul Madah Kelana 1931. Bukunya yang lain Pancaran Cinta 1926, Puspa Mega 1927. Banyak perhatiannya tercurah pada sejarah. Lima lakonnya, empat di antaranya berdasarkan sejarah di Jawa. Dua diantara judul itu dia tulis dalam bahasa belanda, yaitu Airlangga 1928 dan Eenzame Garoedavlucht 1930. Tiga judul lainnya dalam bahasa Indonesia Kertajaya 1932, Sandhyakala ning Majapahit 1933, dan Manusia Baru 1940. Karya sejarahnya Sejarah Indonesia 1942 dan Indonesia Sepanjang Masa 1952. Dia pun menerjemahkan karya sastra lama dari bahasa Kawi berjudul Arjuna Wiwaha 1948 dan Bunga Rampai dari Hikayat lama 1946. Sejumlah puisinya ada dalam antologi Pujangga Baru Prosa dan Puisi 1963 susunan Jassin. PAGI Pagi telah tiba, sinar matari Memancar dari belakang gunung, Menerangi bumi, yang tadi dirundung Malam, yang sekarang sudahlah lari. Alam bersuka ria, gelak tersenyum, Berseri-seri, dipeluk si raja siang. Duka nestapa sudah diganti riang, Sebab Sinar Bahagia datang mencium. Mari, O Jiwa, yang meratap selalu Dalam rumahmu, turutlah daku. Apa guna menangisi waktu yang silam? Mari, bersuka ria, bercengkerema Dengan alam, dengan sinar bersama-sama, Di bawah langit yang seperti nilam. KESADARAN Pada kepalaku sudah direka, Mahkota bunga kekal belaka, Aku sudah jadi merdeka, Sudah mendapat bahagia baka. Aku melayang kelangit bintang, Dengan mata yang bercaya-caya, Punah sudah apa melintang, Apa yang dulu mengikat saya. Mari kekasih, jangan ragu Mencari jalan; aku mendahului, Adinda kini Mari, kekasih, turut daku Terbang kesana, dengan melalui, Hati sendiri CANDI MENDUT Di dalam ruang yang kelam terang Berhala Budha di atas takhta, Wajahnya damai dan tenung tenang, Di kiri dan kanan Bodhisatwa. Waktu berhenti di tempat ini Tidak berombak, diam semata; Azas berlawan bersatu diri, Alam sunyi, kehidupan rata. Diam hatiku, jangan bercita, Jangan kau lagi mengandung rasa, Mengharap bahagia dunia Maya Terbang termenung, ayuhai, jiwa, Menuju kebiruan angkasa, Kedamaian Petala Nirwana. CANDRA Badan yang kuning-muda sebagai kencana, Berdiri lurus di atas reta bercaya, Dewa Candra keluar dari istananya Termenung menuju Barat jauh di sana. Panji berkibar di tangan kanan, tangan kiri Memimpin kuda yang bernapaskan nyala; Begitu dewa melalui cakrawala, Menabur-naburkan perak ke bawah sini. Bisikan malam bertiup seluruh bumi, Sebagai lagu-merawan buluh perindu, Gemetar-beralun rasa meninggikan sunyi. Bumi bermimpi dan ia mengeluh di dalam Mimpinya, karena ingin bertambah rindu, Karena rindu dipeluk sang Ratu Malam MAJAPAHIT Aku memandang tersenyum arah ke bawah Bandung mewajah di dalam kabut. Jauh di sana bermimpi Gede-Pangrango, Seperti pulau dalam lautan awan. Langit kelabu, Alam muram. Dan ke dalam hatiku, Masuk perlahan Rindu dendam. Jiwaku meratap bersama jiwa Gembala yang bernyanyi dalam lembah. Ratap melayang bersama suara Kedalam kemuraman Kehilangan. TANAH BAHAGIA Bawa daku ke negara sana, tempat bah’gia, Ketanah yang subur, dipanasi kasih cinta. Dilangiti biru yang suci, harapan cinta, Dikelilingi pegunungan damai mulia. Bawa daku kebenua termenung berangan, Ke tanah tasik kesucian memerak silau, Tersilang sungai kekuatan kilau kemilau, Dibujuk angin membisikkan kenang-kenangan Ingin jiwa pergi ke sana tidak terkata Hatiku dibelah sengsara setiap hari, Keluh kesah tidak berhenti sebentar jua. O tanah bah’gia, bersinar emas permata, Dalam duka cita engkau mematahari, Pabila gerang tiba waktu bersua? MELATI Kau datang dengan menari, tersenyum simpul, Seperti dewi, putih-kuning, ramping-halus, Menunjukkan diri, seperti bunga yang bagus. Dalam sinar matahari, membuat timbul Di dalam hati berahi yang suci-permai. Jiwa termenung, terlena dalam samadi, O Melati, memandang kau seperti Pamadi, Kebakaan kurasa, luas, tenang dan damai Engkau tinggal sebagai bunga dalam taman Kenang-kenangan dipetik tidak kan dapat, Biar warna dan wangi engkau berikan. Engkau seperti bintang di balik awan, Terkadang-kadang sejurus berkilat-kilat Tapi jauh, ta’ kan pernah tercapai tangan KEMBANG MELATI Aku menyusun kembang melati Di bawah bintang tengah malam, Buat menunjukkan betapa dalam Cinta kasih memasuki hati. Aku tidur menantikan pagi Dan mimpi dalam bah’gia Duduk bersanding dengan Dia Di atas pelaminan dari pelangi Aku bangun, tetapi mentari Sudah tinggi di cakrawala Dan pujaan sudah selesai O Jiwa, yang menanti hari, Sudah Hari datang bernyala, Engkau bermimpi, termenung lalai. ARJUNA Kepada Mr. Singgih Aku merasa tenaga baru Memenuhi jiwa dan tubuhku; Hatiku rindu ke padang Kuru, Tempat berjuang, perang selalu. Aku merasa bagai Pamadi, Setelah mendengar sabda Guru, Narendra Krisyna, di Ksetra Kuru Bernyala ke dewan dalam hati. Tidak ada yang dapat melintang Pada jalan menuju maksudku Menang berjuang bagi Ratuku. Mahkota nanti di balik bintang Laksmi letakkan d’atas kepala, Sedang bernyanyi segala dewa. WIJAYA KESUMA Di balik gunung, jauh di sana, Terletak taman dewata raya, Tempat tumbuh kesuma wijaya, Bunga yang indah, penawar fana. Hanya sedikit yang tahu jalan Dari negeri sampai ke sana. Lebih sedikit lagi orangnya, Yang dapat mencapai gerbang taman. Turut suara seruling Krisyna, Berbunyi merdu di dalam hutan, Memanggil engkau dengan sih trisna. Engkau dipanggil senantiasa Mengikuti sidang orang pungutan Engkau menurut orang biasa. KEPADA KRISYNA Aku berdiri sebatang kara, Tidak berteman, tidak berkawan, Tangan tertadah k’atas udara, Jiwa menjerit disayat rawan. Hatiku kosong, tanganku hampa, Tidak ada yang sudah tercapai Aku bermimpi di dalam tapa Mengingat untung termenung lalai O Krisyna tiadakanlah kembali Meniup suling di tanah airku. Biarkan daku sekali lagi Jatuh ke dalam jurang gulita, Supaya lupa, tidak bercita. TAJ MAHAL Kepada Andjasmara Dalam Taj Mahal, ratu astana, Putih dan permai pantun pualam Termenung diam di tepi Janma Di atas makam Arjumand Begam Yang beradu di sisi Syah Jahan, Pengasih, bernyanyi megah mulia Dalam nalam tiada berpadam, Menerangkan cinta akan dunia. Di sana, dalam duka nestapa, Aku merasa seorang peminta Di depan gapura kasih cinta Jiwa menjerit, dicakra duka Akh, Kekasihku, memanggil tuan. Hanya Jamna membalas seruan. TERATAI Kepada Ki Hajar Dewantoro Dalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai; Tersembunyi kembang indah permai, Tidak terlihat orang yang lalu. Akarnya tumbuh di hati dunia, Daun berseri Laksmi mengarang; Biarpun ia diabaikan orang, Seroja kembang gemilang mulia. Teruslah, O Teratai Bahagia Berseri di kebun Indonesia, Biar sedikit penjaga taman. Biarpun engkau tidak dilihat, Biarpun engkau tidak diminat, Engkau turut menjaga Zaman SAJAK Di mana harga karangan sajak, Bukanlah dalam maksud isinya, Dalam bentuk, kata nan rancak Dicari timbang dengan pilihnya. Tanya pertama ke luar di hati, Setelah sajak dibaca tamat, Sehingga mana tersebut sakti, Mengingat diri di dalam hikmat. Rasa bujangga waktu menyusun, Kata yang datang berduyun-duyun Dari dalam, bukan nan dicari Harus kembali dalam pembaca, Sebagai bayang di muka kaca, Harus bergoncang hati nurani Sanusi Pane) mengikuti bentuk lorong gua. Kalau sampai terpeleset bisa berbahaya. Indikator: Menentukan unsur intrinsik karya sastra dari materi membaca sastra Kata baku yang tepat untuk melengkapi paragraf tersebut adalah . Sanusi Pane adalah salah satu penyair Top Indonesia yang karyanya turut memberikan warna dan makna dalam perkembangan kesastraan Indonesia, Khususnya di bidang karya sastra puisi. Selai Puisi 'Sajak' yang dibahas dalam postingan sebelumnya Arti Puisi 'Sajak' Karya Sanusi Pane, juga ada karya besar Sanusi Pane yang lain. Yaitu Puisi Sanusi Pane yang berjudul Teratai. Puisi Karya Sanusi Pane yang berjudul 'Teratai' ini diberi anak judul "Kepada Ki Hadjar Dewantara". Versi lain ada yang menulis anak judul Puisi Teratai Karya Pane ini adalah 'Kepada Ki Adjar Dewantara'. Berikut ini adalah Puisi Lengkap yang Berjudul Teratai karya Sanusi Pane TERATAI Kepada Ki Hadjar Dewantara Dalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai Tersembunyi kembang indah permai, Tidak terlihat orang yang lalu. Akarnya tumbuh di hati dunia, Daun berseri Laksmi mengarang Biarpun ia diabaikan orang, Seroja kembang gemilang mulia. Teruslah, o Teratai Bahagia, Berseri di kebun Indonesia, Biar sedikit penjaga taman. Biarpun engkau tidak dilihat Biarpun engkau tidak diminat, Engkaupun turut menjaga Zaman. Kutipan Teks Puisi 'Teratai' Karya Penyair Sanusi Pane Untuk memahami Arti Puisi Teratai Karya Sanusi Pane di atas, perlu dipahami beberapa metafor atau kiasan-kiasan yang digunakan dalam puisi tersebut. Dalam puisi Teratai, kata yang paling jelas digunakan adalah anak kalimatnya Kepada Ki Hadjar Dewantara. Dengan adanya judul penjelas itu, maka dipermudah memahami makna puisi Teratai. Bahwa 'Teratai' yang dimaksud adalah simbol atau personifikasi dari 'Ki Hadjar Dewantara'. Untuk mempermudah memahami Puisi Teratai Karya Sanusi Pane, terlebih dulu dicari makna atau arti beberapa kata sulitnya. Adapun beberapa kata sulit dalam Puisi Teratai antara lain Teratai = adalah jenis bunga yang tumbuh di air Seroja = jenis bunga yang mirip dengan bunga teratai Laksmi = cantik/elok bahasa Indonesia Klasik Selain kata-kata sulit. Dalam Puisi Teratai karya Sanusi Pane tersebut juga terdapat kata kiasan. Kata kiasan yang dimaksud adalah kata yang mewakili maksud tertentu. Berikut kata kiasan yang terdapat dalam Puisi Teratari Karya Sanusi Pane dengan Maksud yang diwakilinya Tanah Airku = Negara Kesatuan Republik Indonesia Teratai; Seroja = Ki Hadjar Dewantara Kebun = Bidang Pendidikan Menjaga Zaman = Menjaga/Menyiapkan Masa Depan Penjaga Taman = Pihak yang turut menjaga pentingnya pendidikan Setelah Mengetahui Makna dan Maksud Kata Sulit dalam Puisi Teratai Karya Sanusi Pane, langkah selanjutnya untuk mengetahui arti puisi tersebut secara keseluruhan adalah dengan membuat parafrase puisi tersebut. Parafrase Puisi Teratai Karya Sanusi Pane TERATAI penghormatan Kepada Ki Hadjar Dewantara laksana Dalam kebun pendidikan di tanah airku Indonesia telah Tumbuh sekuntum bunga teratai indah meskipun Tersembunyi tetap ber-kembang indah permai, sehingga Tidak terlihat orang yang lalu. Akarpendiriannnya tumbuh di hati manusia seluruh dunia, Daun pengetahuan berseri Laksmi mengarang Biarpun ia diabaikan tidak dipedulikan orang, bak Seroja ber-kembang membuat gemilang penuh cahaya dan ke-mulia-an. Teruslah, o Teratai tebarkan ke-Bahagia-an, tetapBerseri di kebun pendidikan Indonesia, Biar sedikit yang peduli sebagai penjaga taman pendidikan. Biarpun jasa engkau tidak dilihat dihargai Biarpun bidang jasa engkau tidak diminati banyak orang, dengan menjaga pendidikan Engkaupun turut serta menjaga masa depan menghadapi kemajuan Zaman . Baca Juga Makna Puisi Teratai Karya Sanusi Pane dalam Satu ParagrafMakna Puisi Teratai Teratai, sebuah penghormatan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Seperti Bunga teratai yang tumbuh subur, di bidang pendidikan untuk bangsa Indonesia. Kegiatan yang tersembuyi dan tidak dimintai oleh banyak orang. Akar pendirian dunia pendidikan pada dasarnya mengakar ke seluruh dunia. Seluruh umat manusia membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan diri. Buah pendidikan akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan bangsa. Tidak banyak yang sadar pentingnya pendidikan. Padahal pendidikan itu akan membuka cakrawala pengetahuan dan memuliakan bangsa. Teruslah bermekaran, teruslah berkembang. Wahai orang yang peduli terhadap pendidikan. Tetaplah berkembang di Indonesia. Meskipun sedikit yang peduli dan mendukung. Meskipun belum seberapa penghargaan yang diberikan kepada Ki Hadjar Dewantara sebagi insan pendidikan Indonesia. Beliaulah yang menjaga masa depan Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman.DAFTARISI-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-PRAKATA PANITIA.. SAMBUTAN DEKAN..
JATENG - Sanusi Pane lahir di Muara Sipongi, Mandailing Natal, Sumatra Utara, 14 November 1905. Dia meninggal dunia di Jakarta, 2 Januari 1968 pada umur 62 tahun. Dia adalah seorang sastrawan Indonesia yang digolongkan ke dalam angkatan Pujangga Baru. Ia banyak menulis puisi, naskah drama, dan kajian sejarah. Beriiku salah satu puisi beliau yang berjudul Teratai Teratai Dalam kebun ditanah airku,Tumbuh sekuntum bunga teratai,Tersembunyi kembang indah permai,Tidak terlihat orang yang lalu. Akarnya tumbuh di hati dunia,Daun bersemi laksmi mengarang,Biarpun ia diabaikan orang,Seroja kembang gemilang mulia. Teruslah, o Teratai Bahagia,Berseri di kebun indonesia,Biar sedikit penjaga taman. Biarpun engkau tidak dilihat,Biarpun engkau tidak diminat,Engkaupun turut menjaga Zaman. 2020/10/13/puisi-teratai- sanusi-paneEoV3nO. 98 236 137 411 343 38 387 100 282